Rabu, 16 Januari 2013

ANTARA OTORITER, IDEALIS DAN SEPATU HAK TINGGI

Telah hampir 15 tahun tirani ordebaru digulingkan, telah hampir 15 tahun reformasi berkumandang di negeri ini, sorak-sorai rakyat menyambut gembira momentum runtuhnya rezim otoriter Soeharto 21 mei 1998 silam, sejarah telah mencatat persatuan mahasiswa bisa mengguncangkan senayan waktu itu, buah manis demokrasi kini dirasakan Rakyat Indonesia.

 Tumbangnya Rezim Soeharto sangat membuat bahagia Mahasiswa, mahasiswa yang selama ini menjadi pewaris sejarah negeri ini, system kebijakan Normalisasi Kegiatan Kampus (NKK) dan Badan Koordinasi Mahasiswa (BKK) telah dihapus dengan keluarnya SK MENDIKBUD NO. 0457/0/1990 dan SK MENDIKBUD NO. 155/U/1998 Tentang pedoman umum organisasi kemahasiswaan di perguruan tinggi, artinya mahasiswa telah dapat kembali untuk berorganisasi di Kampus yang sebelumnya sempat dibekukan oleh kebijakan NKK/BKK buatan Soeharto. Namun sayang tidak untuk kampus kecil di kota Mataram, kampus yang berbadan hukum nirlaba atau perguruan tinggi swasta (PTS) yaitu Kampus AMIKOM-ASM MATARAM. Sangat ironis disaat Mahasiswa Kampus lain telah bahagianya dengan suasana dinamis di lingkungan kampusnya namun sebaliknya Mahasiswa AMIKOM-ASM MATARAM telah dikekang Hak untuk Berorganisasi dan Menyampaikan aspirasi.

 ADA APA DENGAN KAMPUS AMIKOM-ASM MATARAM?
 Pertanyaan itu tidaklah banyak dilontarkan Mahasiswa AMIKOM-ASM MATARAM, mungkin terbilang hanya sedikit Mahasiswa AMIKOM-ASM MATARAM yang cemas dengan kebijakan Direktur yang membuat aturan, kampus kecil tersebut sangat kehausan akan berorganisasi, bahkan Badan Eksekutif Mahasiswa tidak dimiliki kampus tersebut, padahal sangatlah jelas manfaat organisasi sebagai wadah untung menampung aspirasi mahasiswa, sebagai tempat penggali potensi mahasiswa, sebagai ruang mahasiswa belajar lebih banyak selain ilmu akademis. Factor yang membuat mahasiswa tidak mempedulikan polemic yang sesungguhnya terjadi di kampus tersebut adalah ancaman atau intimidasi pihak kampus pada mahasiswa yang menuntut aspirasinya, misalnya yang terjadi pada tanggal 14 januari 2009, mahasiswa yang mengelar demonstrasi dipanggil secara bergantian untuk menandatangani tiga surat yang harus dipilih salah satunya, antara lain surat pindah kuliah, surat pengunduran diri dan surat tetap kuliah namun tidak mengulangi aksi serupa, ini adalah bentuk diskriminasi terhadap kebebasan manusia menyuarakan aspirasi didepan umum, padahal jaminan untuk menyuarakan aspirasi didepan umum sudah ada dalam undang-undang pasal 28E ayat (3) yang mengatakan setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat dimuka umum. Sehingga sangat jelas Direktur Amikom-ASM Mataram melakukan pelanggaran terhadap konstitusi yang menjadi sumber dari segala sumber.

 KENAPA TIDAK MEMILIKI BEM? 
Entah apa jawaban dari pertanyaan diatas, banyak sekali jawaban yang menjadi asumsi mahasiswa secara objektif atau mungkin subjektif terhadap kebijakan Direktur Amikom-ASM Mataram, Apakah dengan dibentuknya Badan Eksekutif Mahasiswa akan mengurangi anggaran kas kampus? Apakah dengan adanya BEM akan menciptakan Mahasiswa lebih kritis dengan kebijakan kampus? Apakah dengan dibentuknya BEM maka transparansi keuangan kampus diketahui semua penghuni kampus? Apakah dengan adanya BEM maka akan muncul aktivis-aktivis kampus yang sering menyuarakan tuntutan mahasiswa? Hanya Tuhan dan Direkturlah yang mengetahui secara detail jawaban dari pertanyaan diatas, bisa jadi salah satu pertannyaan diatas ada benarnya, atau mungkin pertanyaan diatas benar semua. Padahal melihat dari berdirinya Organisasi di kampus sangat menguntungkan banyak pihak, bukan cuma Mahasiswa semata, untuk apa kita sering menyebut tridharma perguruan tinggi jika organisasi sebagai suatu wadah untuk menciptakan tridharma perguruan tinggi secara efektif tidak dimiliki kampus tersebut.

IDEALISME MAHASISWA TAK LEKANG WAKTU 
Sejak kejadian diskriminasi yang dialami mahasiswa yang menggelar demo pada 14 januari 2009 silam tidak membuat sebagian mahasiswa menjadi takut dan gentar, salah satu Mahasiswa Amikom-ASM Mataram mencoba untuk membangkitkan semangat Mahasiswa untuk kritis dengan kebijakan kampus, hingga munculah aksi demonstrasi pada tanggal 10 januari 2013, mahasiswa yang tergabung dalam ALIANSI MAHASISWA AMIKOM-ASM MATARAM berunjukrasa didepan kampus dengan membawa dua tuntutan, salah satunya tidak lain adalah menagih janji Direktur Amikom-ASM Mataram untuk membentuk BEM dan tuntutan yang kedua adalah Penghapusan Sistem Perkelasan Unggulan, artinya system yang menempatkan kelas-kelas pada mahasiswa berdasarkan indeks prestasi (IP) yang dimiliki mahasiswa, mahasiswa yang IP-nya rendah akan digabungkan dengan mahasiswa yang IP-nya rendah, begitupun sebaliknya, system ini sangat diskriminatif bagi mahasiswa dan justru akan membuat mahasiswa semakin terpuruk, bagaimana mungkin mahasiswa dari kelas non unggulan dapat berkembang jika motivator teman-teman yang intelektual berlainan kelas dari mereka, realitanya mahasiswa dari kelas non unggulan sangat malas untuk kuliah. Demonstrasi yang dikordinir oleh Satria ZR mendapat respon dari Pembantu Direktur Satu (PD 1) Amikom dan Pembantu Direktur Satu (PD 1) ASM kata mereka direktur sedang berada diluar kota, namun mereka berjanji untuk menyampaikan aspirasi mahasiswa kepada Direktur setelah Direkturnya tiba nanti.

 OTORITER DIREKTUR KAMBUH LAGI 
Pada hari senin malam 13 januari 2013 saat mahasiswa jurusan Manajemen Informatika sedang kuliah yang kebetulan dikelas tersebut kordinator lapangan (korlap) aksi kemarin berada didatangi Dirktur, dosen yang sedang menjelaskan disuruh untuk berhenti sebentar lalu Direktur mencari informasi nama mahasiswa yang terlibat demonstrasi dengan berdalih absen, saat mendapatkan dua nama yang salah satunya adalah Satria ZR dan salah seorang rekan Satria akhirnya direktur membuka maksud kedatangannya, ia menjelaskan keunggulan kampus tersebut didepan mahasiswa yang ada dikelas secara singkat dan menyuruh satria dan seorang temannya menuju ruang kerjanya dengan membawa tas, sudah bisa diduga setelah sampai diruang kerjanya maka kedua mahasiswa tersebut ditegur keras karena melakukan aksi demonstrasi kemarin, alasan direktur adalah mengganggu mahasiswa lainnya dan membuat nama kampus buruk lewat media karena demonstari, direktur menganggap aksi kemarin sangat menggangu aktivitas perkuliahan mahasiswa, sayangnya satu yang ia lupa bahwa dengan tidak adanya kebebasan berorganisasi dan menyuarakan aspirasi juga lebih mengganggu mahasiswa. Direktur juga berdalih mahasiswa tidak ilmiah karena tanpa berdialog terlebih dahulu langsung demonstrasi namun lagi-lagi satu yang ia lupa bahwa demonstrasi kemarin adalah “menagih janji” pembentukan BEM yang telah ia janjikan dulu, jadi sangat jelas pernah adanya dialog terlebih dahulu. Lagi-lagi saat kedua mahasiswa menagih janji tersebut direktur menjawabnya dengan enteng bahwa membentuk BEM diperlukan proses bukan simsalabim, namun lagi-lagi dan ia lupa bahwa janjinya sudah hampir empat tahun berlalu namun realisasinya sampai kinipun belum terwujud, apakah empat tahun itu adalah proses yang singkat untuk membentuk BEM? Hanya bayi yang tak tahu. Saat debat diruang kerja sang direktur, direktur memaksa korlap aksi kemarin, satria zr untuk secepatnya mengajukan surat pindah dari kampus Amikom-ASM Mataram, sunggu diluar kewajaran, seseorang yang pintar bisa mengambil keputusan seperti itu, bagaimana mungkin surat pindah harus diajukan mahasiswa jika mahasiswa tidak berkeinginan untuk pindah, bukankan surat pindah dapat diajukan mahasiswa jika memang itu adalah inisiatif dari mahasiswa sendiri untuk pindah? Kenapa jika direktur benar-benar tidak suka dengan keberadaan aktivis dikampusnya tidak langsung mendroup out (DO) mahasiswa tersebut, apakah karena takut masalah tersebut disebarluaskan kemedia dan menjadi bahan bacaan atau tontonan berjuta orang? Atau alasan memecat mahasiswa sangat tidak etis hanya karena berdemonstrasi, pastinya begitu.

 KUBU PRO PEMERINTAH VS KUBU B.13 
Perlawanan terhadap kebijakan kampus bukan sajalah hanya pada mahasiswa namun juga dosen yang memang secara hati nuraninya yang jauh dari kepentingan menolak kebijakan yang otoriter tersebut, kubu B 13 salah satunya, diberi nama dari film ection barat berjudul B 13 yang anti terhadap pemerintah, kubu tersebut yang terdiri dari beberapa dosen yang kritis salalu mencoba memperbaiki kebijakan kampus yang lebih pro mahasiswa namunsayang keputusan terakhir hanya ada pada direktur, bahkan strategi direktur mengadu domba dua kubu tersebut hingga tidak bisa bersatu untuk kritis pada kebijakan kampus, politik adu domba sang direktur dengan cara lebih dekat pada dosen-dosen dari kubu yang sebut saja pro pemerintah, memberi iming-iming manfaat kebijakan yang diambil hingga para dosen kubu pro pemerintah menerima kebijakan direktur entah karena pendekatan persuasive sang direktur, kepentingan pribadi dll. Hingga kesimpulannya kebijakan seolah telah didukung saat rapat dosen untuk memutuskan kebijakan, mau tidak mau dosen dari kubu B 13 harus menerima keputusan tersebut karena tugas mereka hanyalah mengajar.

GEJALA AMNESIA PARA SEPATU HAK TINGGI
 Amnesia… sering kita mendengar penyakit tersebut, secara sederhananya amnesia adalah penyakit lupa ingatan, siapakah yang lupa ingatan? Tidak lain adalah mayoritas mahasiswa Amikom-ASM Mataram. Lupanya akan polemic besar yang selama ini ada pada langit-langit amikom-asm mataram, mahasiswi-mahasiswinya mau tidak mau harus kita kataan sebagian besarnya tidak peduli akan kebijakan kampus yang justru membuat mereka terpuruk, mereka telah lupa apa hak yang seharusnya kampus berikan kepada mereka, sebut saja kebebasan berorganisasi, sama sekali tak pernah terasakan oleh mereka kehilangan kesempatan untuk berorganisasi, menyalurkan aspirasi dsb. Ya, bisa kita ketahui gejala amnesia yang ada pada mereka dikarenakan system yang memberikan batasan untuk mengeluarkan aspirasi atau keluh kesah mereka, lebih ironisnya lagi ancaman pemecatan pada mereka membuat mereka lebih memlih untuk bergaya borjuis ketimbang melakukan sesuatu yang mengancam status mahasiswa mereka dikampus. Tidaklah adil kita sebutkan rasa apatis tumbuh pada mahasiswi, sebagian mahasiswanya juga amnesia senasip dengan mereka, ketakutanlah yang membuat rasa apatis itu tumbuh pada individu dan ketakutan itu adalah hal yang wajar pada diri manusia apalagi dengan otoriternya direktur yang membatasi mereka berkeluh kesah lewat demonstrasi, padahal jaminan untuk menyalurkan aspirasi sudah ada dalam konstitusi pasal 28E ayat (3), namun sayang walaupun mereka tahu itu namun kebijakan otoriter tak peduli.

APAKAH KAMPUS HANYALAH AJANG BISNIS? 
Dari penjelasan diatas timbul pertannyaan kesekian, apakah kampus hanyalah ajang bisnis dan koorporasi? Jika itu tidak tentunya kenapa direktur harus takut untuk membentuk organisasi atau menjunjung kebebasan berekspresi lebih jauh pada mahasiswanya, toh itu juga sesuatu yang menguntungkan kampus, bukankah kampus menginginkan seluruh mahasiswanya untuk mewujudkan tridharma perguruan tinggi, jika betul kenapa organisasi yang sebagai wadah pendongkrak lahirnya tridharma perguruan tinggi secara lebih efektif tidak dibentuk?

PESAN UNTUK MAHASISWA 
 Kenapa diakhir artikel ini saya menulis pesan untuk mahasiswa? Jelas karena jika saya menulis pesan untuk direktur sangatlah berbeda jauh, bukankah dari awal hingga akhir artikel ini jika seorang direktur adalah seseorang yang bijak tentunya dapat mengoreksi kinerjanya dari tulisan bodoh mahasiswanya ini dan tentunya ia dapat memetik pesan-pesan ini, namun yang menjadi titik berat penutup artikel ini adalah pesanku seorang mahasiswa amikom-asm mataram pada sahabat-sahabatku mahasiswa amikom-asm mataram lainnya. Tidaklah kita sadar jika mahasiswa tidaklah kompak, tidaklah bersatu, tidaklah solid maka belum tentu kita merasakan reformasi hingga saat ini, ingatlah kawan-kawanku ordebaru dapat tumbang karena persatuan dari mahasiswa sang generasi penerus bangsa, marilah kita kembali pada khitah kita menjadi mahasiswa yang tidak bisa dipisahkan dari sikap kritis, kritis demi terwujudnya keadilan universal, jika tidak dimulai dari kita siapa lagi generasi penerus bangsa yang dapat bersikap kritis melihat polemic bangsa ini, apakah kita harus selalu takut? Jangan kawan!!! Jika rasa apatis, rasa takut masih ada pada diri kita maka diri kita sendiri yang akan rugi, regenerasi anak cucu kita nantinya akan menjadi seorang penakut, dan tidak akan bisa berbuat apa-apa jika negeri kita terdapat polemic besar nantinya, tidak mungkinlah kita yang akan maju jika fisik kita sudah tidak memungkinkan nantinya, maka dari itu mulailah dari sekarang kita berprinsip “lupa apa itu takut” aku yakin kemenangan ada pada kita, ada pada mahasiswa

 HIDUP MAHASISWA!!! HIDUP MAHASISWA!!! HIDUP MAHASISWA!!!